A.
Defenisi
Konsep Diri
Konsep diri adalah penilaian,
pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Manusia adalah
makhluk penafsir dan juga subjek dari persepsi objek maupun persepsi
interpersonal. Seseorang dapat menjadikan dirinya sendiri sebagai subjek
dan objek persepsinya sekaligus, yaitu ia membayangkan
dirinya sebagai orang lain dalam otaknya, seperti ia menaruh cermin di depan
dirinya, kemudian melihat dirinya sendiri pada cermin dan membayangkan
demikianlah cara orang dalam memandang dirinya. Dengan mengamati dirinya
sendiri, sampailah ia pada gambaran dan penilaian
tentang dirinya yang disebut konsep diri (self
concept).
Menurut Seifert dan Hoffnung (1994)
konsep diri merupakan “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep
diri.“. Sedangkan Atwater
(1987) menyatakan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang
meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan
nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Atwater mengidentifikasi konsep
diri atas tiga bentuk :
1.
Body
image , kesadaran tentang tubuhnya, yakni
bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri.
2.
Ideal
self, yatu
bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.
3.
Social
self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.
Dari uraian di atas dapat
disimpulkan, bahwa konsep diri adalah pendapat seseorang tentang dirinya
sendiri atau pemahaman mental maupun fisik. Atau pemahaman seseorang tentang
dirinya sendiri, baik menyangkut kemampuan mental maupun fisik, ataupun
menyangkut segala sesuatu yang menjadi miliknya
yang bersifat material. Dengan kata lain konsep diri adalah respon
sesorang tentang pertanyaan “siapa saya?” dengan menyadari sesorang tentang
dirinya maka akan ada unsur penilaian tentang keberadaan dirinya itu apakah dia
seorang yang baik atau kurang baik, berhasil atau kurang berhasil, mampu atau
kurang mampu.
Konsep diri bukan merupakan faktor
bawaan, konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama
proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi
dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan.
Menurut Burns
konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap
tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih
lambat. Secara bertahap individu akan mengalami
sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat
membedakan keduanya.
Menurut Burn (1985), konsep diri
adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater 1984), mendefinisikan konsep diri
sebagai sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang
tenang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah
laku yang unik dari individu tersebut.
Pemily (dalam Atwater, 1984) “Sistem
yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang
dirinya, termasuk sikap, perasaan, presepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang
unik dari individu tersebut.Cawagas (1983) “Mencakup seluruh pandangan individu
akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya,
kelebihannya, kegagalanya, dan sebagainya.
Individu mengembangkan konsep
dirinya dengan cara menginternalisasikan persepsi
orang-orang terdekat dalam memandang dirinya. Jika individu memperoleh
perlakuan yang penuh kasih sayang maka individu akan
menyukai dirinya. Seseorang akan menyukai dirinya jika
orang tua memperlihatkan penilaian yang positif terhadap si individu. Ungkapan
seperti “Anakku Rajin” membuat anak memandang dirinya secara positif
dibandingkan dengan nama panggilan “Si Gendut”.
Sebaliknya, jika individu mendapatkan hukuman dan situasi yang tidak
menyenangkan maka individu akan merasa tidak senang
pada dirinya sendiri. Umpan balik dari teman sebaya dan
lingkungan sosial selain keluarga mulai mempengaruhi pandangan dan juga
penilaian individu terhadap dirinya. Tahap ini oleh
Allport disebut dengan tahap perkembangan diri sebagai pelaku. Individu mulai belajar untuk bisa mengatasi berbagai macam masalah
secara rasional.
Menurut Fuhrman, Pada masa remaja,
individu mulai menilai kembali berbagai kategori yang telah terbentuk
sebelumnya dan konsep dirinya menjadi semakin abstrak. Penilaian
kembali pandangan dan nilai-nilai ini sesuai dengan dengan tahap perkembangan
kognitif yang sedang remaja, dari pemikiran yang bersifat konkrit menjadi lebih
abstrak dan subjektif. Piaget mengatakan bahwa remaja
sedang berada pada tahap formal operasional, individu belajar untuk berpikir
abstrak, menyusun hipotesis, mempertimbangkan alternatif, konsekuensi, dan
instropeksi. Masa remaja merupakan masa terpenting
bagi seseorang untuk menemukan dirinya. Mereka harus menemukan
nilai-nilai yang berlaku dan yang akan mereka capai di
dalamnya. Individu harus mulai belajar untuk mengatasi masalah-masalah,
merencanakan masa depan, dan khususnya mulai memilih jenis pekerjaan yang akan digeluti secara rasional.
Perkembangan kognitif yang terjadi
selama masa remaja membuat individu melihat dirinya dengan pemahaman yang
berbeda.
Kapasitas kognitif seperti itu didapatkan selama melakukan
pengamatan terhadap perubahan-perubahan yang dipahami sebagai perubahan diri
yang disebabkan oleh perubahan fisik secara kompleks dan perubahan sistem
sosial. Fuhrmann mengungkapkan bahwa pada masa ini individu mulai dapat
melihat siapa dirinya, ingin menjadi seperti apa,
bagaimana orang lain menilainya, dan bagaimana mereka menilai peran yang mereka
jalani sebagai identitas diri. Bisa dikatakan bahwa salah tugas penting yang
harus dilakukan remaja adalah mengembangkan persepsi identitas untuk menemukan
jawaban terhadap pertanyaan “Siapakah saya?” dan “Mau jadi apa saya ?”. Masa
remaja konsep diri merupakan inti dari kepribadian dan sangat mempengaruhi
proses perkembangan selanjutnya.
Perjalanan untuk pencarian identitas
diri tersebut bukan merupakan proses yang langsung jadi, melainkan sebuah
proses berkesinambungan. Konsep diri mulai terbentuk sejak
masa bayi di saat individu mulai menyadari keberadaan fisiknya sampai ketika
mati di saat individu sudah banyak memahami dirinya, baik secara fisik maupun
psikologis.
Jadi, konsep diri yang berupa
totalitas persepsi, pengharapan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya
sendiri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran, dan
identitas yang berlangsung seiring tugas perkembangan yang diemban.
Kesimpulan
konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri yang mencakup
keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, serta
bagaimana cara kita melihat, merasakan, dan menginginkan diri kita sendiri.
Didalam
Al-Quran disebutkan,
Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya); maka Allah mengilhamkan
kepada jiwa itu
(jalan) kefasikan dan ketakwaannya; sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa
itu; dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.
وَنَفْسٍ
وَمَا
سَوَّاهَا (7)
فَأَلْهَمَهَا
فُجُورَهَا
وَتَقْوَاهَا
(8) قَدْ
أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا
(9) وَقَدْ
خَابَ مَنْ
دَسَّاهَا (10)
“ Demi jiwa serta
penyempurnaannya (ciptaannya); maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya;
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu; dan sesungguhnya merugilah
orang yang mengotorinya.”
Jadi manusia
diberi pengetahuan tentang hal-hal yang positif dan negatif. Selanjutnya
manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan mana yang akan
dia tempuh. Manusia punya potensi untuk menjadi jahat, sebagaimana ia juga punya potensi untuk menjadi baik. Agama
(Islam) datang untuk mempertegas konsep diri yang positif bagi umat manusia.
Manusia adalah makhluk yang termulia dari segala ciptaan
Tuhan. Allah berfirman:
Artinya: "Dan sesungguhnya, telah Kami
muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri
mereka rejeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan
yang sempurna, atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."
(QS.Al-Isra’:70)
Karena itu, ia diberi amanah untuk memimpin dunia ini (Q.S.2:30).
Walaupun demikian, manusia dapat pula jatuh kederjat yang paling rendah,
kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh (Q.S.95:6). Keimanan akan membimbing kita untuk membentuk konsep diri yang
positif, dan konsep diri yang positif akan melahirkan perilaku yang positif
pula, yang dalam bahasa agama disebut amal sholeh. Tidak sedikit
ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Quran yang menyebut kata iman dan diiringi
oleh kata amal (alladzina amanu wa amilus-sholihat),
ini bukan saja menunjukkan eratnya hubungan diantara keduanya, tetapi juga
menunjukkan betapa pentingnya iman dan amal tersebut, sehingga nilai seseorang
ditentukan oleh iman dan amalnya juga. Sesungguhnya Allah Taala tidak akan
melihat kepada bentuk (rupa) kamu, tidak pula keturunan (bangsa) kamu, tidak
juga harta kamu; tetapi , ia melihat kepada hati kamu
dan amal perbuatan kamu. (H.R.At-Thabrani). Semua manusia adalah sama disisi Allah, yang lebih mulia hanyalah orang yang
paling bertakwa (Q.S.49:13).
Memang
diakui adanya kemungkinan seseorang akan dapat
dipengaruhi oleh lingkungan teman sepergaulannya sebagai reference group
(Q.S.2:14; 17:73; 37:51-53; 41:25; 43:67) dan bujuk rayu syetan (Q.S.4:38;
6:43; 8:48; 25:28-29; 27:24), tetapi semua itu tidak akan berbekas jika
seseorang memiliki keimanan yang tangguh (Q.S.5:105; 17:65). Itulah sebabnya
Rasulullah saw. menghabiskan masa 13 tahun di Mekah
untuk menanamkan keimanan kepada para pengikutnya.
Islam juga
memerintahkan agar umatnya menciptakan masyarakat yang harmoni, - baldatun
thoyibatun wa rabbun ghafur. Islam
melarang umatnya supaya tidak saling mencela, saling mencemooh, dan jangan
memberi gelaran yang jelek. Allah berfirman :
Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah
sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang
ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula
sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan
itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu
sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan.
Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan
barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.(Q.S.Al-Hujurat ayat 11).
Celaan dan
gelaran yang jelek akan dapat mempengaruhi konsep diri
seseorang. Disamping itu, Rasul memerintahkan supaya anak yang lahir diberi nama yang baik. Nabi sendiri banyak
mengganti nama para sahabatnya. Ketika seorang sahabat menyebut namanya Hazn
(dukacita), Nabi menggantinya dengan Farh (sukacita); Al-Mudhtaji (yang
terbaring) diganti oleh Nabi dengan Al-Munbaits (yang bangkit); orang yang
namanya Harb (perang) diganti nabi dengan Silm (damai), dan banyak lagi yang
lain. Beliau juga banyak memberi gelaran yang baik kepada
sahabatnya. Abu bakar digelari dengan As-shiddiq
(yang sangat benar), Umar digelari dengan Al-Faruq (pemisah antara yang hak dan
yang bathil), Kholid diberi gelar Saifullah (pedang Allah), Abu Ubaidah
digelari dengan Aminul Ummat (penjaga amanat umat), dan lain sebagainya.
Para
psikolog modern dikemudian hari menyadari betapa pentingnya nama
dalam membentuk konsep diri, secara tak sadar orang akan didorong untuk
memenuhi citra (image) yang terkandung didalam namanya. Teori
Labelling (penamaan) menjelaskan kemungkinan seseorang menjadi jahat
karena masyarakat menamainya atau menggelarinya sebagai penjahat.
Berilah gelar anak anda si nakal, insya Allah seumur hidup ia
akan tetap nakal. Memang boleh jadi orang akan
berperilaku yang bertentangan dengan namanya. Amin mungkin menjadi penipu,
tetapi nama itu akan meresahkan batinnya. Ia boleh jadi mengganti namanya, atau mengubah perilakunya.
Islam juga
menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak, terutama dalam keluarga. Pendidikan
yang diterima seseorang dimasa kecil akan dapat
mempengaruhi konsep dirinya dikemudian hari. Banyak orang tua
yang kurang memahami makna pendidikan; mereka beranggapan bahwa yang dimaksud
dengan pendidikan hanyalah pendidikan yang disengaja saja (seperti mengajarkan
nilai-nilai moral kepada anak-anak, dan lain sebagainya) yang ditujukan kepada
objek didik, yaitu anak. Yang lebih penting adalah keadaan dan suasana
rumah tangga, keadaan jiwa ibu bapak,hubungan antara
satu sama lainnya, dan sikap mereka terhadap rumah tangga dan anak-anak. Segala
persoalan orang tua itu akan mempengaruhi jiwa
anak-anak, dan akan ikut membentuk konsep diri mereka. Karena itu keluarga
dituntut supaya memberikan ketenteraman (sakinah), kasih sayang (mawaddah wa rahmah) dan rasa aman kepada anak-anak. Nabi berkata:
Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling penyayang
terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling sayang terhadap
keluargaku. Beliau menunjukkan contoh bagaimana ia
menyayangi putrinya Fatimah. Pada saat anak perempuan
dipandang rendah, beliau mengangkat Fatimah. Bila nabi tengah berada
dalam majelis dan melihat Fatimah datang, ia segera
bangkit. Tidak jarang beliau mencium tangan Fatimah didepan
para sahabatnya, - cium penghormatan dan kasih sayang sekaligus. Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang tua dan
tidak menyayangi yang kecil katanya. Tentang suasana rumah tangganya
nabi berkata: Rumah tanggaku adalah surgaku.
B.
Langkah-Langkah
Dan Manfaat Mempertahankan Konsep Diri
Langkah-langkah melakukan konsep diri
Langkah-langkah mempertahankan
konsep diri, yaitu: Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri,
hargailah diri sendiri, jangan memusuhi diri sendiri,
berpikir positif dan rasional. Secara
keseluruhan dapat disimpulkan bahwa langkah membangun konsep diri adalah belajar
menyukai diri sendiri atau cinta diri sendiri, kembangkan pikiran positive
thinking, hubungan interpersonal harus dibina dengan baik, pro-aktif atau sikap
yang aktif menuju yang positive, dan menjaga keseimbangan hidup.
Manfaat mengembangkan konsep diri
1.
Rasa
Percaya Diri
2.
Semangat
dan Gairah Hidup
3.
Keberanian
4.
Kebebasan
5.
Harga
Diri ( Self-Esteem )
6.
Kedamaian
dan Kebahagiaan
7.
Keberhasilan
dalam hidup
C.
Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Konsep Diri
Burns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima
faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu :
1.
Citra
fisik, merupakan evaluasi terhadap diri secara fisik.
2.
Bahasa,
yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan verbalisasi.
3.
Umpan
balik dari lingkungan.
4.
Identifikasi
dengan model dan peran jenis yang tepat.
5.
Pola
asuh orang tua.
Hurlock (1973) yang mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan konsep diri di antaranya adalah ;
fisik, pakaian, nama dan nama panggilan, intelegensi, tingkat
aspirasi, emosi, budaya, sekolah dan perguruan tinggi,status sosial
ekonomi, dan keluarga.
Menurut Lerner dan Spanier (dalam
Nuryoto, 1993), perkembangan seseorang selain ditentukan oleh kondisi dirinya,
juga dikaitkan dengan kehidupan kelompok dalam lingkungan masyarakatnya pada
setiap tahap perkembangan yang dilaluinya.
Garbarino (1992) mengemukakan bahwa pada prinsipnya dalam
proses perkembangan manusia bisa dilihat dalam perspektif ekologi. Dalam perspektif ini individu berintraksi dengan lingkungan.
Interaksi tersebut mebuat kedua elemen saling memperngaruhi satu sama lain dan membentuk sistem dalam beberapa tingkatan,
yang terdiri dari microsystems,
mesosystems, exosystems, dan macrosystems.
D.
Komponen
Atau Bagian Dari Konsep Diri
1.
Identitas
diri (Peran yang berbeda, kesaran diri akan diri
sendiri, pengenalan diri yang ada tentang internal individual).
2.
Citra
diri (Pandangan atau persepsi tentang diri kita sendiri, bukan penilaian orang
lain terhadap dirinya).
3.
Harga
diri (Berupa penilaian atau evaluasi dirinya terhadap hasil yang didapat baik
internal maupun eksternal yang merupakan proses pencapaian ideal diri).
4.
Ideal
diri (Suatu yang kita harapkan atau harapan individu terhadap dirinya yang akan dinilai oleh personal lain).
5.
Peran
(Merupakan pola sikap, prilaku, posisi dimasyarakat atau fungsi dirinya baik di
lingkungan masyarakat, keluarga, atau komunitas).
E.
Hambatan
Dalam Membangun Konsep Diri
Potensi yang dimiliki seseorang bisa
berkembang atau tidak, itu tergantung pada pribadi yang bersangkutan dan
lingkungan dia berada.
Beberapa hambatan yang sering terjadi dalam pengembangan potensi diri adalah
sebagai berikut:
1.
Hambatan
yang berasal dari lingkungan
Lingkungan merupakan salah satu
faktor penghambat dalam pengembangan potensi diri. Hambatan ini antara lain disebabkan sistem pendidikan yang dianut, lingkungan
kerja yang tidak mendukung semangat pengembangan potensi diri, dan tanggapan
atau kebiasaan dalam lingkungan kebudayaan.
2.
Hambatan
yang berasal dari individu sendiri
Penghambat yang cukup besar adalah
pada diri sendiri,misalnya sikap berprasangka, tidak memiliki tujuan yang
jelas, keengganan mengenal diri sendiri, ketidak mampuan mengatur diri, pribadi
yang kerdil, kemampuan yang tidak memadai untuk memecahkan masalah, kreativitas
rendah, wibawa rendah, kemampuan pemahaman manajerial lemah, kemampuan latih
rendah dan kemampuan membina tim yang rendah.
F.
Jenis-Jenis
Konsep Diri
Hurlock (1974) membagi konsep diri
menjadi 4:
1.
Konsep
diri dasar
Konsep diri dasar meliputi persepsi
mengenai penampilan, kemampuan dan peran status dalam kehidupan, nilai-nilai,
kepercayaan, serta aspirasinya. Konsep diri dasar cendrung memiliki
kenyataan yang sebenarnya. Individu melihat dirinya
seperti keadaan sebenarnya, bukan seperti yang diinginkan. Keadaan ini menetap dalam dirinya walaupun tempat dan situasinya
berbeda.
2.
Konsep
diri sementara
Konsep dir sementara adalah konsep
diri yang sifatnya hanya sementara saja dijadikan patokan. Apabila tempat dan situasi berbeda,
konsep diri ini akan menghilang. Konsep
diri sementara ini terbentuk dari interaksi dengan lingkungan.
3.
Konsep
diri sosial
Konsep diri social timbul
berdasarkan cara seseorang mempercayai persepsi orang
lain tentang dirinya, jadi tergantung dari perkataan dan perbuatan orang lain
pada dirinya, misalnya seorang anak yang selalu dikatakan nakal. Konsep diri
social diperoleh melalui interaksi sosial dengan orang lain.
4.
Konsep
diri ideal
Konsep dir ini ideal terbentuk dari
persepsi seseorang dan keyakinan oleh apa yang kelak
terjadi pada dirinya dimasa yang akan dating. Konsep diri ini
berhubungan dengan pendapat individu mengenai keadaan fisik dan psikologisnya.
Konsep diri ideal ini dapat menjadi kenyataan apabila berada
dalam jangkauan kehidupan nyata.
Strang
(1970) memperkenalkan empat konsep yang mendasar tentang konsep diri:
1.
Konsep
diri menyangkut pemahaman seseorang tentang kemampuan peranan dan penghargaan
terhadap diri sendiri.
2.
Konsep
diri itu tidak tetap.
3.
Konsep
diri social adalah pendaopat seseorang atau remaj tentang bagaimana orang lain mamandang dirinya tentang kemampuan sosialnya.
4.
Konsep
diri ideal dan konsep diri realita. Konsep diri ideal yaitu
konsep diri seseorang seperti yang diharapkan. Konsep diri realita
adalah konsep diri yang benar-benar sesuia dengan kemampuan.
G.
Konsep
Diri dan Prestasi Belajar
Sejumlah ahli psikologi dan
pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi belajar mempunyai
hubungan yang erat.
Nylor (1972) mengemukakan bahwa banyak peneliti yang
membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi
belajar disekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif
, memperlihatkan prestasi yang baik disekolah, atau siswa tersebut
memeiliki penilaian diri yang tinggi serta menunjukkan antar pribadi yang
positif pula.
Walsh (dalam Burns, 1982) siswa-siswa yang tergolong
underchiver mempunyai konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa
karakteristik kepribadian;
1.
Mempunyai
perasaan dikeritik, ditolak, dan diisolir.
2.
Melakukan
mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan
bahkan bersikap menentang.
3.
Tidak
mampu mengekspresikan perasaan dan prilaku.
Karakteristik
Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik
Konsep
diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir . Kita tidak dilahirkan dengan konsep diri tertentu. Bahkan
ketika kita lahir, kita tidak memiliki konsep diri ,
tidak mengetahui tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan bagi diri kita
sendiri , serta tidak memiliki penilaian apapun terhadap diri sendiri. Dengan
demikian konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak
masa pertumbuhan hingga dewasa. Akan lebih
lengkap dibahas mengenai karakteristik perkembangan konsep diri peserta didik.
Karakteristik
Konsep Diri Anak Usia Sekolah
Sejalan
dengan pertumbuhan fisik, kognitif dan sikap maupun prilaku anak usia dasar juga mengalami perubahan dalam konsep dirinya. Pada awal masuk sekolah dasar kemungkinan anak-anak mengalami
penurunan dalam konsep dirinya, hal ini disebabkan karena tuntunan baru dalam
hal belajar dan situasi maupun perubahan sosial. Di sekolah dasar ini
banyak memberikan kesempatan anak-anak untuk membandingkan dirinya dengan orang
lain yaitu teman-temannya, sehingga penilaian dirinya
secara gradual menjadi realistis. Anak-anak tersebut
lebih mungkin melakukan langkah-langkah guna untuk mempertahankan keutuhan
harga dirinya. Mereka sering memfokuskan bidang-bidang yang mereka
anggap unggul (seperti: olahraga, hobi, hubungan sosial, akademik, dll).
Menurut Santrock (1995), perubahan-perubahan dalam konsep diri anak selama
tahun-tahun sekolah dasar dapat dilihat setidaknya dari tiga karakteristik
konsep diri, yaitu:
1) Karakteristik internal
Anak-anak sekolah dasar lebih
memahami dirinya melalui karakteristik internal dari pada karakteristik
eksternal, hal ini berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak prasekolah.
2) Karakteristik aspek-aspek sosial
Selama belajar yakni
bertahun-bertahun di sekolah dasar, aspek-aspek sosial pun dalam pemahaman
dirinya mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Anal-anak sekolah dasar sering kali
menjadikan kelompok-kelompok sosial sebagai acuan dalam deskripsi diri mereka,
misalnya sejumlah anak menyebut diri mereka sebagai kelompok pramuka perempuan,
sebagai seorang muslim, atau yang saling bersahabat
karib.
3) Karakteristik perbandingan sosial
Pada tahap ini anak-anak cenderung
membedakan diri mereka dari orang lain secara
komparatif atau secara absolut. Misalnya, anak-anak sekolah dasar tidak lagi berpikir
tentang apa yang “aku lakukan” atau yang “tidak aku lakukan” tetapi cenderung
berpikir tentang “apa yang dapat aku lakukan dibandingkan apa yang dapat
dilakukan oleh orang lain.” Sehingga ini menyebabkan suatu kecenderungan yang
meningkat umtuk membentuk diri sehingga berbeda dari orang lain
dan menjadikan diri sebagai seorang individu.
Robert Selmen (dalam Santrock,1995) misalnya, percaya bahwa pengambilan perspektif
melibatkan suatu rangkaian yang terdiri atas lima tahap, yang berlangsung dari
usia 3 tahun hingga masa remaja. Selmen mencatat bahwa egosentrisne mulai
mengalami kemunduran pada usia 4 tahun , dan pada usia
6 tahun anak akan menyadari bahwa pandangan orang lain berbeda dengan dirinya.
Pada usia 10 tahun, mereka mulai mampu untuk
mempertimbangkan pandangannya sendiri dan pandangan orang lain secara
bersamaan.
TABEL.
Tahap-tahap Pengambilan Perspektif
Tahap
Pengambilan Perspektif |
Usia |
Deskripsi |
Perspektif
yang egosentris Pengambilan
Perspektif sosial internasional Pengambilan
keputusan diri reflektif Saling
mengambil perspektif Pengambilan
perspektif sistem sosial dan konvensional |
3-6 6-8 8-10 10-12 12-15 |
Anak merasakan
adanya perbedaan dengan orang lain, tetapi belum mampu membedakan antara
perspektif sosial (pemikiran, perasaan) orang lain dan perspektif diri
sendiri. Anak dapat menyebutkan perasaan orang lain,
tetapi tidak melihat hubungan sebab dan akibat pemikiran dan tindakan sosial. Anak
sadar bahwa orang lain memiliki suatu perspektif
sosial yang didasarkan atas pemikiran orang itu, yang mungkin sama atau
berbeda dengan pemikirannya. Tetapi, anak cenderung berfokus pada
perspektifnya sendiri dan bukan mengkoordnasikan sudut pandang. Anak
sadar bahwa setiap orang sadar akan perspektif orang lain dan bahwa kesadaran
ini mempengaruhi pandangan dirinya dan pandangan orang lain. Menempatkan diri
sendiri di tempat orang lain merupakan suatu cara untuk menilai maksud,
tujuan, dan tindakan orang lain. Anak dapat
membentuk suatu mata rantai perspektif yang terkoordinasi, tetapi tidak dapat
mengabstaksikan proses-proses ini pada tingkat timbal balik secara serentak. Anak
remaja menyadari bahwa baik diri sendiri maupun orang lain dapat memandang
satu sama lain secara timbal balik dan secara serentak sebagai subjek. Anak
remaja dapat melangkah ke luar dari kedua orang itu dan memandang interaksi
dari perspektif orang ketiga. Anak
remaja menyadari pengambilan perspektif bersama tidak selalu menghasilkan
pemahaman yang sempurna. Konvensi sosial dilihat
sebagai sesuatu yang penting karena dipahami oleh semua anggota
kelompok, tanpa memandang posisi, peran, atau pengalaman mereka. |
Karakteristik
Konsep Diri Remaja (SMP-SMA)
Pada
remaja, konsep diri akan berkembang terus hingga
memasuki masa dewasa. Perkembangan konsep diri remaja memiliki karakteristik
yang khas dibanding dengan usia perkembangan lainnya. Sejak
kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai
dalam hubungannya dengan individu lain, terutama
dengan orang-orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam peristiwa-peristiwa
kehidupan. Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat
membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan
sebenarnya (Centi, 1993).
Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil
pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting
bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada
remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak
kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui
pengaruhnya pada konsep diri. Menurut Hurlock (1999), terdapat delapan
kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja, yaitu:
1. Usia kematangan
Remaja yang matang lebih awal, yang
diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang
menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang
terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti
dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat
menyesuaikan diri.
2. Penampilan diri
Penampilan diri yang berbeda membuat
remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik
fisik. Setiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang
mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya
tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian
dan menambah dukungan sosial.
3. Kepatutan seks
Kepatutan seks dalam penampilan
diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan
seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada
perilakunya.
4. Nama dan julukan
Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman
sekelompok menilai namanya buruk atau mereka memberi nama
julukan yang bernada cemooh.
5. Hubungan keluarga
Seorang remaja yang mempunyai
hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan
mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola
kepribadian yang sama.
6. Teman-teman sebaya
Teman-teman sebaya mempengaruhi pola
kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama,
konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman
tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan
untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.
7. Kreativitas
Remaja yang semasa kanak-kanak
didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis,
mengembangkan perasaan individualitas dari identitas yang memberi pengaruh yang
baik pada konsep dirinya
8. Cita-cita
Bagi remaja yang mempunyai cita-cita
yang tidak relistik, akan mengalami kegagalan. Hal ini
akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan
reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya.
Remaja yang realistik tentang kemampuannya akan lebih
banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.
Ciri-Ciri
Konsep Diri Anak
1.
Senang/suka
berpenampilan menarik dalam berpakaian,perasaan dann
sebagainya.
2.
Anak
mulai tekun/giat mulai melakukan aktivitas dimulai dari dirinya sendiri
3.
Suka
meniru satu sama lain antar anak dengan orang dewasa.
4.
Sudah
dapat mengikuti dan mengerti instruksi/petunjuk sederhana dengan teman sebaya.
5.
Dapat
mengambar sesuatu objek yang dikenal.
6.
Menunjukan
kemampuan memahami perasaan orang lain
7.
Anak
saling mengajukan pertanyaan dan meminta arti dan maksud dari kata yang belum
pernah ia kenal.
8.
Senang
membuat sesuatu dengan tangannya dalam bentuk permainan
Usaha-Usaha
Guru Untuk Mengembangkan Konsep Diri
Beberapa
usaha yang dapat dilakukan oleh sang pendidik sebagai berikut:
1.
Lakukan
interaksi dengannya dengan mengunakan bahasa tubuh.
2.
Beri
kesempatan padanya untuk melakukan sesuatu dengan caranya sendiri, tampilanya
dan ekspresinya.
3.
Ajarkan
keterampilan yang diperlukan untuk mengasah kemandiriannya.
4.
Berikan
stimulus, semangat agar ia mau mencoba sesuatu yang
baru, baik dalam bentuk permainan atau benda lainya.
5.
Berikan
pujian atau penghargaan ketika ia melakukan sesuatu
yang baik.
6.
Guru
harus mengajarkan cara mengatasi kegagalan,rasa takut
ketika melakukan sesuatu dan berikan penguatan tentang kemampuan dirinya.
7.
Berikan
anak waktu bermain yang banyak,dengan cara
8.
Bermain
sambil belajar.
H.
Implikasi
Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik terhadap Pendidikan
Konsep diri mempengaruhi prilaku
peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan
dan prestasi belajar mereka. Peserta didik yang mengalami
masalah disekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah,
oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan guru sebaiknya
melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri.
Strategi yang dapat dilakukan dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri
peserta didik:
1.
Membuat
siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang positif , siswa perlu mendapat dukungan dari guru. Seperti
dukungan emosional , pemberian penghargaan, dan
dorongan untuk maju.
2.
Membuat
siswa merasa bertanggung jawab . memberi
kesempatan terhadap siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya
dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab terhadap siswa.
3.
Membuat
siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara
menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki
siswa.
4.
Mengarahkan
siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan konsep
diri siswa, guru harus menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis
mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan tujuan yang sesuai dengan kemampuan
yang dimilikinya.
5.
Membantu
siswa menilai dirinya secra realistis . pada saat mengalami kegagalan , adakalanya siswa menilai
secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu.
6.
Mendorong
siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya lain yang harus
dilakukan guru dalam membantu mengembangkan konsep
diri peserta didik adalah dengan memberikan dukungan dan dorongan agar
mereka bangga dengan prestasi yang telah dicapai.
I.
Pengaruh
Konsep Diri Terhadap Prestasi Belajar
Manusia dalam berkembang dan tingkah
lakunya dipengaruhi oleh factor-faktor dari dalam dan faktor-faktor dari luar. Kedua faktor
tersebut mempunyai peranan yang seimbang dalam menentukan perkembangan dan
perilaku seseorang.
Faktor-faktor dari dalam yang sangat
memegang peranan antara lain adalah pemikiran dan
perasaan. Dalam perkembangan selajutnya pikiran dan perasaan seseorang akan terlihat dengan pengaruh terhadap perilaku seseorang,
bahwa setiap orang yang mempunyai anggapan dan perasaan-perasaan tentang
dirinya sendiri, bagaimana seseorang menganggap atau memandang dan merasakan
pandangan individu tetang dirinya ini diperoleh dari pengalaman dengan orang
lain, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Apabila
pandangan dari pengalaman ini baik dan mendukung akan membentuk konsep diri
yang positif, dan bila pandangan ini buruk atau
dipenuhi pengalaman gagal akan berakibat konsep diri negatif.
Bagi anak didik konsep diri negatif akan menghambat kemajuan belajar, karena konsep diri negatif
merupakan keadaan emosional yang buruk, sedangkan menurut S. Nasution: keadaan
emosional dan sosial adalah salah satu faktor penentu dalam keberhasilan
belajar. Anak yang merasa jiwa tertekan, yang selalu dalam keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami kegoncangan, karena
emosi-emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif.
Sedangkan siswa yang memiliki konsep
diri yang positif menyadari kewajiban dan kebutuhannya belajar dan
mengembangkan potensi diri untuk mencapai hasil belajar yang baik. Dia akan
belajar dengan kemampuan yang kuat, tekun dan bersemangat, percaya diri dan
ketekunan belajar ini akan menentukan keberhasilan belajarnya.
Menurut Reni Akbar-Hawadi:
faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat berasal dari dalam
dirinya sendiri (faktor internal) dan dari luar dirinya (faktor eksternal),
salah satu dari faktor internal yaitu konsep diri yaitu bagaimana seseorang
memandang dirinya serta kemampuan yang ia miliki.
Siswa yang memiliki konsep diri yang positif akan
lebih berhasil di sekolah.
REFERENSI :
Mukhtar. (2003). Konsep
Diri Remaja Menuju Remaja Pribadi. Jakarta: PT. Rakasta Samasta.
Keliat
Anna Budi. (1992). Gangguan Konsep Diri.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Handry, M
dan Heyes, S. 1989. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.
Hurlock,
Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan
Muslichah Z., 1990. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta
: Erlangga.
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk
Keperawatan. EGC : Jakarta.
Susilawati
dkk. 2005. Konsep
Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Jelle,
HL dan Ziegler, JD.
1992. Personalities Theories Third Edition. New York: McGraw Hill.
Markus
H dan Nurius P. 1986.
Possible Serve American Psichologist.
Rogers, C.
R. 1980. A Way of Being. Boston: Hougton
Mifflin.
Monks,
F.J, Knoers, A. M. P, Haditono. 1998. S, Psikologi Perkembangan: Pengantar
Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press. Al-Quran dan Terjemahannya, Medinah
Munawwarah, Mujamma Al-Malik Fahd Li Thibaati Al-Mush-haf Asy-Syarief, 1418 H.
AlAmir, Najib Khalid, Tarbiyah Rasulullah, terj., Jakarta: Gema Insani Press, 1994.
0 komentar:
Posting Komentar