This awesome blogger theme comes under a Creative Commons license. They are free of charge to use as a theme for your blog and you can make changes to the templates to suit your needs.
RSS

Konsep Diri

16
Mei

A.    Defenisi Konsep Diri 

Konsep diri adalah penilaian, pandangan dan perasaan seseorang tentang dirinya. Manusia adalah makhluk penafsir dan juga subjek dari persepsi objek maupun persepsi interpersonal. Seseorang dapat menjadikan dirinya sendiri sebagai subjek dan objek persepsinya sekaligus, yaitu ia membayangkan dirinya sebagai orang lain dalam otaknya, seperti ia menaruh cermin di depan dirinya, kemudian melihat dirinya sendiri pada cermin dan membayangkan demikianlah cara orang dalam memandang dirinya. Dengan mengamati dirinya sendiri, sampailah ia pada gambaran dan penilaian tentang dirinya yang disebut konsep diri (self concept).

Menurut Seifert dan Hoffnung (1994) konsep diri merupakan “suatu pemahaman mengenai diri atau ide tentang konsep diri.“. Sedangkan  Atwater (1987) menyatakan bahwa konsep diri adalah keseluruhan gambaran diri, yang meliputi persepsi seseorang tentang tentang diri, perasaan, keyakinan, dan nilai-nilai yang berhubungan dengan dirinya. Atwater mengidentifikasi konsep diri atas tiga bentuk :

1.      Body image , kesadaran tentang tubuhnya, yakni bagaimana seseorang melihat dirinya sendiri.

2.      Ideal self,  yatu bagaimana cita-cita dan harapan-harapan seseorang mengenai dirinya.

3.      Social self, yaitu bagaimana orang lain melihat dirinya.

Dari uraian di atas dapat disimpulkan, bahwa konsep diri adalah pendapat seseorang tentang dirinya sendiri atau pemahaman mental maupun fisik. Atau pemahaman seseorang tentang dirinya sendiri, baik menyangkut kemampuan mental maupun fisik, ataupun menyangkut segala sesuatu yang  menjadi miliknya yang bersifat  material. Dengan kata lain konsep diri adalah respon sesorang tentang pertanyaan “siapa saya?” dengan menyadari sesorang tentang dirinya maka akan ada unsur penilaian tentang keberadaan dirinya itu apakah dia seorang yang baik atau kurang baik, berhasil atau kurang berhasil, mampu atau kurang mampu.

Konsep diri bukan merupakan faktor bawaan, konsep diri merupakan faktor bentukan dari pengalaman individu selama proses perkembangan dirinya menjadi dewasa. Proses pembentukan tidak terjadi dalam waktu singkat melainkan melalui proses interaksi secara berkesinambungan.

Menurut Burns konsep diri berkembang terus sepanjang hidup manusia, namun pada tahap tertentu, perkembangan konsep diri mulai berjalan dalam tempo yang lebih lambat. Secara bertahap individu akan mengalami sensasi dari badannya dan lingkungannya, dan individu akan mulai dapat membedakan keduanya.

Menurut Burn (1985), konsep diri adalah hubungan antara sikap dan keyakinan tentang diri kita sendiri. Sedangkan Pemily (dalam Atwater 1984), mendefinisikan konsep diri sebagai sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tenang dirinya, termasuk sikap, perasaan, persepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.

Pemily (dalam Atwater, 1984) “Sistem yang dinamis dan kompleks dari keyakinan yang dimiliki seseorang tentang dirinya, termasuk sikap, perasaan, presepsi, nilai-nilai dan tingkah laku yang unik dari individu tersebut.Cawagas (1983) “Mencakup seluruh pandangan individu akan dimensi fisiknya, karakteristik pribadinya, motivasinya, kelemahannya, kelebihannya, kegagalanya, dan sebagainya.

Individu mengembangkan konsep dirinya dengan cara menginternalisasikan persepsi orang-orang terdekat dalam memandang dirinya. Jika individu memperoleh perlakuan yang penuh kasih sayang maka individu akan menyukai dirinya. Seseorang akan menyukai dirinya jika orang tua memperlihatkan penilaian yang positif terhadap si individu. Ungkapan seperti “Anakku Rajin” membuat anak memandang dirinya secara positif dibandingkan dengan nama panggilan “Si Gendut”. Sebaliknya, jika individu mendapatkan hukuman dan situasi yang tidak menyenangkan maka individu akan merasa tidak senang pada dirinya sendiri. Umpan balik dari teman sebaya dan lingkungan sosial selain keluarga mulai mempengaruhi pandangan dan juga penilaian individu terhadap dirinya. Tahap ini oleh Allport disebut dengan tahap perkembangan diri sebagai pelaku. Individu mulai belajar untuk bisa mengatasi berbagai macam masalah secara rasional.

Menurut Fuhrman, Pada masa remaja, individu mulai menilai kembali berbagai kategori yang telah terbentuk sebelumnya dan konsep dirinya menjadi semakin abstrak. Penilaian kembali pandangan dan nilai-nilai ini sesuai dengan dengan tahap perkembangan kognitif yang sedang remaja, dari pemikiran yang bersifat konkrit menjadi lebih abstrak dan subjektif. Piaget mengatakan bahwa remaja sedang berada pada tahap formal operasional, individu belajar untuk berpikir abstrak, menyusun hipotesis, mempertimbangkan alternatif, konsekuensi, dan instropeksi. Masa remaja merupakan masa terpenting bagi seseorang untuk menemukan dirinya. Mereka harus menemukan nilai-nilai yang berlaku dan yang akan mereka capai di dalamnya. Individu harus mulai belajar untuk mengatasi masalah-masalah, merencanakan masa depan, dan khususnya mulai memilih jenis pekerjaan yang akan digeluti secara rasional.

Perkembangan kognitif yang terjadi selama masa remaja membuat individu melihat dirinya dengan pemahaman yang berbeda. Kapasitas kognitif seperti itu didapatkan selama melakukan pengamatan terhadap perubahan-perubahan yang dipahami sebagai perubahan diri yang disebabkan oleh perubahan fisik secara kompleks dan perubahan sistem sosial. Fuhrmann mengungkapkan bahwa pada masa ini individu mulai dapat melihat siapa dirinya, ingin menjadi seperti apa, bagaimana orang lain menilainya, dan bagaimana mereka menilai peran yang mereka jalani sebagai identitas diri. Bisa dikatakan bahwa salah tugas penting yang harus dilakukan remaja adalah mengembangkan persepsi identitas untuk menemukan jawaban terhadap pertanyaan “Siapakah saya?” dan “Mau jadi apa saya ?”. Masa remaja konsep diri merupakan inti dari kepribadian dan sangat mempengaruhi proses perkembangan selanjutnya.

Perjalanan untuk pencarian identitas diri tersebut bukan merupakan proses yang langsung jadi, melainkan sebuah proses berkesinambungan. Konsep diri mulai terbentuk sejak masa bayi di saat individu mulai menyadari keberadaan fisiknya sampai ketika mati di saat individu sudah banyak memahami dirinya, baik secara fisik maupun psikologis.

Jadi, konsep diri yang berupa totalitas persepsi, pengharapan, dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri terbentuk berdasarkan proses belajar tentang nilai, sikap, peran, dan identitas yang berlangsung seiring tugas perkembangan yang diemban.

Kesimpulan  konsep diri merupakan gagasan tentang diri sendiri yang mencakup keyakinan, pandangan dan penilaian seseorang terhadap dirinya sendiri, serta bagaimana cara kita melihat, merasakan, dan menginginkan diri kita sendiri.

Didalam Al-Quran disebutkan, Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya); maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya; sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu; dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

 

وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا (7) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا (8) قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا (9) وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا (10)

 Demi jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya); maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya; sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu; dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.

 

Jadi manusia diberi pengetahuan tentang hal-hal yang positif dan negatif. Selanjutnya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan mana yang akan dia tempuh. Manusia punya potensi untuk menjadi jahat, sebagaimana ia juga punya potensi untuk menjadi baik. Agama (Islam) datang untuk mempertegas konsep diri yang positif bagi umat manusia. Manusia adalah makhluk yang termulia dari segala ciptaan Tuhan. Allah berfirman:

Artinya: "Dan sesungguhnya, telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rejeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna, atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan."  (QS.Al-Isra’:70)

Karena itu, ia diberi amanah untuk memimpin dunia ini (Q.S.2:30). Walaupun demikian, manusia dapat pula jatuh kederjat yang paling rendah, kecuali orang-orang yang beriman dan beramal sholeh (Q.S.95:6). Keimanan akan membimbing kita untuk membentuk konsep diri yang positif, dan konsep diri yang positif akan melahirkan perilaku yang positif pula, yang dalam bahasa agama disebut amal sholeh. Tidak sedikit ayat-ayat yang terdapat dalam Al-Quran yang menyebut kata iman dan diiringi oleh kata amal (alladzina amanu wa amilus-sholihat), ini bukan saja menunjukkan eratnya hubungan diantara keduanya, tetapi juga menunjukkan betapa pentingnya iman dan amal tersebut, sehingga nilai seseorang ditentukan oleh iman dan amalnya juga. Sesungguhnya Allah Taala tidak akan melihat kepada bentuk (rupa) kamu, tidak pula keturunan (bangsa) kamu, tidak juga harta kamu; tetapi , ia melihat kepada hati kamu dan amal perbuatan kamu. (H.R.At-Thabrani). Semua manusia adalah sama disisi Allah, yang lebih mulia hanyalah orang yang paling bertakwa (Q.S.49:13).

Memang diakui adanya kemungkinan seseorang akan dapat dipengaruhi oleh lingkungan teman sepergaulannya sebagai reference group (Q.S.2:14; 17:73; 37:51-53; 41:25; 43:67) dan bujuk rayu syetan (Q.S.4:38; 6:43; 8:48; 25:28-29; 27:24), tetapi semua itu tidak akan berbekas jika seseorang memiliki keimanan yang tangguh (Q.S.5:105; 17:65). Itulah sebabnya Rasulullah saw. menghabiskan masa 13 tahun di Mekah untuk menanamkan keimanan kepada para pengikutnya.

Islam juga memerintahkan agar umatnya menciptakan masyarakat yang harmoni, - baldatun thoyibatun wa rabbun ghafur. Islam melarang umatnya supaya tidak saling mencela, saling mencemooh, dan jangan memberi gelaran yang jelek. Allah berfirman :

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik. Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran yang mengandung ejekan. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.(Q.S.Al-Hujurat ayat 11).

Celaan dan gelaran yang jelek akan dapat mempengaruhi konsep diri seseorang. Disamping itu, Rasul memerintahkan supaya anak yang lahir diberi nama yang baik. Nabi sendiri  banyak mengganti nama para sahabatnya. Ketika seorang sahabat menyebut namanya Hazn (dukacita), Nabi menggantinya dengan Farh (sukacita); Al-Mudhtaji (yang terbaring) diganti oleh Nabi dengan Al-Munbaits (yang bangkit); orang yang namanya Harb (perang) diganti nabi dengan Silm (damai), dan banyak lagi yang lain. Beliau juga banyak memberi gelaran yang baik kepada sahabatnya. Abu bakar digelari dengan As-shiddiq (yang sangat benar), Umar digelari dengan Al-Faruq (pemisah antara yang hak dan yang bathil), Kholid diberi gelar Saifullah (pedang Allah), Abu Ubaidah digelari dengan Aminul Ummat (penjaga amanat umat), dan lain sebagainya.

Para psikolog modern dikemudian hari menyadari betapa pentingnya nama dalam membentuk konsep diri, secara tak sadar orang akan didorong untuk memenuhi citra (image) yang terkandung didalam namanya. Teori Labelling (penamaan) menjelaskan kemungkinan seseorang menjadi jahat karena masyarakat menamainya atau menggelarinya sebagai penjahat. Berilah gelar anak anda si nakal, insya Allah seumur hidup ia akan tetap nakal.  Memang boleh jadi orang akan berperilaku yang bertentangan dengan namanya. Amin mungkin menjadi penipu, tetapi nama itu akan meresahkan batinnya. Ia boleh jadi mengganti namanya, atau mengubah perilakunya.

Islam juga menekankan pentingnya pendidikan bagi anak-anak, terutama dalam keluarga. Pendidikan yang diterima seseorang dimasa kecil akan dapat mempengaruhi konsep dirinya dikemudian hari. Banyak orang tua yang kurang memahami makna pendidikan; mereka beranggapan bahwa yang dimaksud dengan pendidikan hanyalah pendidikan yang disengaja saja (seperti mengajarkan nilai-nilai moral kepada anak-anak, dan lain sebagainya) yang ditujukan kepada objek didik, yaitu anak. Yang lebih penting adalah keadaan dan suasana rumah tangga, keadaan jiwa ibu bapak,hubungan antara satu sama lainnya, dan sikap mereka terhadap rumah tangga dan anak-anak. Segala persoalan orang tua itu akan mempengaruhi jiwa anak-anak, dan akan ikut membentuk konsep diri mereka. Karena itu keluarga dituntut supaya memberikan ketenteraman (sakinah), kasih sayang (mawaddah wa rahmah) dan rasa aman kepada anak-anak. Nabi berkata: Orang yang paling baik diantara kamu adalah orang yang paling penyayang terhadap keluarganya, dan aku adalah orang yang paling sayang terhadap keluargaku. Beliau menunjukkan contoh bagaimana ia menyayangi putrinya Fatimah. Pada saat anak perempuan dipandang rendah, beliau mengangkat Fatimah. Bila nabi tengah berada dalam majelis dan melihat Fatimah datang, ia segera bangkit. Tidak jarang beliau mencium tangan Fatimah didepan para sahabatnya, - cium penghormatan dan kasih sayang sekaligus. Bukan termasuk umatku orang yang tidak menghormati yang tua dan tidak menyayangi yang kecil katanya. Tentang suasana rumah tangganya nabi berkata: Rumah tanggaku adalah surgaku.

B.     Langkah-Langkah Dan Manfaat Mempertahankan Konsep Diri

Langkah-langkah melakukan konsep diri

Langkah-langkah mempertahankan konsep diri, yaitu: Bersikap obyektif dalam mengenali diri sendiri, hargailah diri sendiri, jangan memusuhi diri sendiri, berpikir positif dan rasional. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa langkah membangun konsep diri adalah belajar menyukai diri sendiri atau cinta diri sendiri, kembangkan pikiran positive thinking, hubungan interpersonal harus dibina dengan baik, pro-aktif atau sikap yang aktif menuju yang positive, dan menjaga keseimbangan hidup.

Manfaat mengembangkan konsep diri

1.      Rasa Percaya Diri

2.      Semangat dan Gairah Hidup

3.      Keberanian

4.      Kebebasan

5.      Harga Diri ( Self-Esteem )

6.      Kedamaian dan Kebahagiaan

7.      Keberhasilan dalam hidup

C.    Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Konsep Diri 

Burns (1993) menyebutkan bahwa secara garis besar ada lima faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri, yaitu :

1.      Citra fisik, merupakan evaluasi terhadap diri secara fisik.

2.      Bahasa, yaitu kemampuan melakukan konseptualisasi dan verbalisasi.

3.      Umpan balik dari lingkungan.

4.      Identifikasi dengan model dan peran jenis yang tepat.

5.      Pola asuh orang tua.

Hurlock (1973) yang mengungkapkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan konsep diri di antaranya adalah ; fisik, pakaian, nama dan nama panggilan,  intelegensi, tingkat aspirasi, emosi, budaya, sekolah dan perguruan tinggi,status sosial ekonomi, dan keluarga.

Menurut Lerner dan Spanier (dalam Nuryoto, 1993), perkembangan seseorang selain ditentukan oleh kondisi dirinya, juga dikaitkan dengan kehidupan kelompok dalam lingkungan masyarakatnya pada setiap tahap perkembangan yang dilaluinya.

Garbarino (1992) mengemukakan bahwa pada prinsipnya dalam proses perkembangan manusia bisa dilihat dalam perspektif ekologi. Dalam perspektif ini individu berintraksi dengan lingkungan. Interaksi tersebut mebuat kedua elemen saling memperngaruhi satu sama lain dan membentuk sistem dalam beberapa tingkatan, yang terdiri dari microsystems, mesosystems, exosystems, dan macrosystems.

D.    Komponen Atau Bagian Dari Konsep Diri

1.      Identitas diri (Peran yang berbeda, kesaran diri akan diri sendiri, pengenalan diri yang ada tentang internal individual).

2.      Citra diri (Pandangan atau persepsi tentang diri kita sendiri, bukan penilaian orang lain terhadap dirinya).

3.      Harga diri (Berupa penilaian atau evaluasi dirinya terhadap hasil yang didapat baik internal maupun eksternal yang merupakan proses pencapaian ideal diri).

4.      Ideal diri (Suatu yang kita harapkan atau harapan individu terhadap dirinya yang akan dinilai oleh personal lain).

5.      Peran (Merupakan pola sikap, prilaku, posisi dimasyarakat atau fungsi dirinya baik di lingkungan masyarakat, keluarga, atau komunitas).

E.     Hambatan Dalam Membangun Konsep Diri

Potensi yang dimiliki seseorang bisa berkembang atau tidak, itu tergantung pada pribadi yang bersangkutan dan lingkungan dia berada. Beberapa hambatan yang sering terjadi dalam pengembangan potensi diri adalah sebagai berikut:

1.      Hambatan yang berasal dari lingkungan

Lingkungan merupakan salah satu faktor penghambat dalam pengembangan potensi diri. Hambatan ini antara lain disebabkan sistem pendidikan yang dianut, lingkungan kerja yang tidak mendukung semangat pengembangan potensi diri, dan tanggapan atau kebiasaan dalam lingkungan kebudayaan.

2.      Hambatan yang berasal dari individu sendiri

Penghambat yang cukup besar adalah pada diri sendiri,misalnya sikap berprasangka, tidak memiliki tujuan yang jelas, keengganan mengenal diri sendiri, ketidak mampuan mengatur diri, pribadi yang kerdil, kemampuan yang tidak memadai untuk memecahkan masalah, kreativitas rendah, wibawa rendah, kemampuan pemahaman manajerial lemah, kemampuan latih rendah dan kemampuan membina tim yang rendah.

F.     Jenis-Jenis Konsep Diri

Hurlock (1974) membagi konsep diri menjadi 4:

1.      Konsep diri dasar

Konsep diri dasar meliputi persepsi mengenai penampilan, kemampuan dan peran status dalam kehidupan, nilai-nilai, kepercayaan, serta aspirasinya. Konsep diri dasar cendrung memiliki kenyataan yang sebenarnya. Individu melihat dirinya seperti keadaan sebenarnya, bukan seperti yang diinginkan. Keadaan ini menetap dalam dirinya walaupun tempat dan situasinya berbeda.

2.      Konsep diri sementara

Konsep dir sementara adalah konsep diri yang sifatnya hanya sementara saja dijadikan patokan. Apabila tempat dan situasi berbeda, konsep diri ini akan menghilang. Konsep diri sementara ini terbentuk dari interaksi dengan lingkungan.

3.      Konsep diri sosial

Konsep diri social timbul berdasarkan cara seseorang mempercayai persepsi orang lain tentang dirinya, jadi tergantung dari perkataan dan perbuatan orang lain pada dirinya, misalnya seorang anak yang selalu dikatakan nakal. Konsep diri social diperoleh melalui interaksi sosial dengan orang lain.

4.      Konsep diri ideal

Konsep dir ini ideal terbentuk dari persepsi seseorang dan keyakinan oleh apa yang kelak terjadi pada dirinya dimasa yang akan dating. Konsep diri ini berhubungan dengan pendapat individu mengenai keadaan fisik dan psikologisnya. Konsep diri ideal ini dapat menjadi kenyataan apabila berada dalam jangkauan kehidupan nyata.

Strang (1970) memperkenalkan empat konsep yang mendasar tentang konsep diri:

1.      Konsep diri menyangkut pemahaman seseorang tentang kemampuan peranan dan penghargaan terhadap diri sendiri.

2.      Konsep diri itu tidak tetap.

3.      Konsep diri social adalah pendaopat seseorang atau remaj tentang bagaimana orang lain mamandang dirinya tentang kemampuan sosialnya.

4.      Konsep diri ideal dan konsep diri realita. Konsep diri ideal yaitu konsep diri seseorang seperti yang diharapkan. Konsep diri realita adalah konsep diri yang benar-benar sesuia dengan kemampuan.

G.    Konsep Diri dan Prestasi Belajar

Sejumlah ahli psikologi dan pendidikan berkeyakinan bahwa konsep diri dan prestasi belajar mempunyai hubungan yang erat. Nylor (1972) mengemukakan bahwa banyak peneliti yang membuktikan hubungan positif yang kuat antara konsep diri dengan prestasi belajar disekolah. Siswa yang memiliki konsep diri positif , memperlihatkan prestasi yang baik disekolah, atau siswa tersebut memeiliki penilaian diri yang tinggi serta menunjukkan antar pribadi yang positif pula.

Walsh (dalam Burns, 1982) siswa-siswa yang tergolong underchiver mempunyai konsep diri yang negatif, serta memperlihatkan beberapa karakteristik kepribadian;

1.      Mempunyai perasaan dikeritik, ditolak, dan diisolir.

2.      Melakukan mekanisme pertahanan diri dengan cara menghindar dan bahkan bersikap menentang.

3.      Tidak mampu mengekspresikan perasaan dan prilaku.

Karakteristik Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik

Konsep diri bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir . Kita tidak dilahirkan dengan konsep diri tertentu. Bahkan ketika kita lahir, kita tidak memiliki konsep diri , tidak mengetahui tentang diri, dan tidak memiliki pengharapan bagi diri kita sendiri , serta tidak memiliki penilaian apapun terhadap diri sendiri. Dengan demikian konsep diri terbentuk melalui proses belajar yang berlangsung sejak masa pertumbuhan hingga dewasa. Akan  lebih lengkap dibahas mengenai karakteristik perkembangan konsep diri peserta didik.

Karakteristik Konsep Diri Anak Usia Sekolah

Sejalan dengan pertumbuhan fisik, kognitif dan sikap maupun prilaku anak usia dasar juga mengalami perubahan dalam konsep dirinya. Pada awal masuk sekolah dasar kemungkinan anak-anak mengalami penurunan dalam konsep dirinya, hal ini disebabkan karena tuntunan baru dalam hal belajar dan situasi maupun perubahan sosial. Di sekolah dasar ini banyak memberikan kesempatan anak-anak untuk membandingkan dirinya dengan orang lain yaitu teman-temannya, sehingga penilaian dirinya secara gradual menjadi realistis.  Anak-anak tersebut lebih mungkin melakukan langkah-langkah guna untuk mempertahankan keutuhan harga dirinya. Mereka sering memfokuskan bidang-bidang yang mereka anggap unggul (seperti: olahraga, hobi, hubungan sosial, akademik, dll).

            Menurut Santrock (1995), perubahan-perubahan dalam konsep diri anak selama tahun-tahun sekolah dasar dapat dilihat setidaknya dari tiga karakteristik konsep diri, yaitu:

1)      Karakteristik internal

Anak-anak sekolah dasar lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal dari pada karakteristik eksternal, hal ini berbeda jika dibandingkan dengan anak-anak prasekolah.

2)      Karakteristik aspek-aspek sosial

Selama belajar yakni bertahun-bertahun di sekolah dasar, aspek-aspek sosial pun dalam pemahaman dirinya mengalami peningkatan seiring berjalannya waktu. Anal-anak sekolah dasar sering kali menjadikan kelompok-kelompok sosial sebagai acuan dalam deskripsi diri mereka, misalnya sejumlah anak menyebut diri mereka sebagai kelompok pramuka perempuan, sebagai seorang muslim, atau yang saling bersahabat karib.

3)      Karakteristik perbandingan sosial

Pada tahap ini anak-anak cenderung membedakan diri mereka dari orang lain secara komparatif atau secara absolut. Misalnya, anak-anak sekolah dasar tidak lagi berpikir tentang apa yang “aku lakukan” atau yang “tidak aku lakukan” tetapi cenderung berpikir tentang “apa yang dapat aku lakukan dibandingkan apa yang dapat dilakukan oleh orang lain.” Sehingga ini menyebabkan suatu kecenderungan yang meningkat umtuk membentuk diri sehingga berbeda dari orang lain dan menjadikan diri sebagai seorang individu.

Robert Selmen (dalam Santrock,1995) misalnya, percaya bahwa pengambilan perspektif melibatkan suatu rangkaian yang terdiri atas lima tahap, yang berlangsung dari usia 3 tahun hingga masa remaja. Selmen mencatat bahwa egosentrisne mulai mengalami kemunduran pada usia 4 tahun , dan pada usia 6 tahun anak akan menyadari bahwa pandangan orang lain berbeda dengan dirinya. Pada usia 10 tahun, mereka mulai mampu untuk mempertimbangkan pandangannya sendiri dan pandangan orang lain secara bersamaan.

TABEL. Tahap-tahap Pengambilan Perspektif

Tahap Pengambilan Perspektif

Usia

Deskripsi

Perspektif yang egosentris

 

 

 

 

Pengambilan Perspektif sosial internasional

 

 

Pengambilan keputusan diri reflektif

 

 

 

 

 

Saling mengambil perspektif

 

 

 

Pengambilan perspektif sistem sosial dan konvensional

3-6

 

 

 

 

 

6-8

 

 

 

 

 

 

8-10

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

10-12

 

 

 

 

 

 

12-15

Anak merasakan adanya perbedaan dengan orang lain, tetapi belum mampu membedakan antara perspektif sosial (pemikiran, perasaan) orang lain dan perspektif diri sendiri. Anak dapat menyebutkan perasaan orang lain, tetapi tidak melihat hubungan sebab dan akibat pemikiran dan tindakan sosial.

Anak sadar bahwa orang lain memiliki suatu perspektif sosial yang didasarkan atas pemikiran orang itu, yang mungkin sama atau berbeda dengan pemikirannya. Tetapi, anak cenderung berfokus pada perspektifnya sendiri dan bukan mengkoordnasikan sudut pandang.

Anak sadar bahwa setiap orang sadar akan perspektif orang lain dan bahwa kesadaran ini mempengaruhi pandangan dirinya dan pandangan orang lain. Menempatkan diri sendiri di tempat orang lain merupakan suatu cara untuk menilai maksud, tujuan, dan tindakan orang lain. Anak  dapat membentuk suatu mata rantai perspektif yang terkoordinasi, tetapi tidak dapat mengabstaksikan proses-proses ini pada tingkat timbal balik secara serentak.

Anak remaja menyadari bahwa baik diri sendiri maupun orang lain dapat memandang satu sama lain secara timbal balik dan secara serentak sebagai subjek. Anak remaja dapat melangkah ke luar dari kedua orang itu dan memandang interaksi dari perspektif orang ketiga.

Anak remaja menyadari pengambilan perspektif bersama tidak selalu menghasilkan pemahaman yang sempurna. Konvensi sosial dilihat  sebagai sesuatu yang penting karena dipahami oleh semua anggota kelompok, tanpa memandang posisi, peran, atau pengalaman mereka.

Karakteristik Konsep Diri Remaja (SMP-SMA)

Pada remaja, konsep diri akan berkembang terus hingga memasuki masa dewasa. Perkembangan konsep diri remaja memiliki karakteristik yang khas dibanding dengan usia perkembangan lainnya. Sejak kecil individu telah dipengaruhi dan dibentuk oleh pengalaman yang dijumpai dalam hubungannya dengan individu lain, terutama dengan orang-orang terdekat, maupun yang didapatkan dalam peristiwa-peristiwa kehidupan. Sejarah hidup individu dari masa lalu dapat membuat dirinya memandang diri lebih baik atau lebih buruk dari kenyataan sebenarnya (Centi, 1993).

Hurlock (1999) mengatakan bahwa konsep diri bertambah stabil pada periode masa remaja. Konsep diri yang stabil sangat penting bagi remaja karena hal tersebut merupakan salah satu bukti keberhasilan pada remaja dalam usaha untuk memperbaiki kepribadiannya. Banyak kondisi dalam kehidupan remaja yang turut membentuk pola kepribadian melalui pengaruhnya pada konsep diri. Menurut Hurlock (1999), terdapat delapan kondisi-kondisi yang mempengaruhi konsep diri remaja, yaitu:

1.      Usia kematangan

Remaja yang matang lebih awal, yang diperlakukan seperti orang yang hampir dewasa, mengembangkan konsep diri yang menyenangkan sehingga dapat menyesuaikan diri dengan baik. Remaja yang terlambat matang, yang diperlakukan seperti anak-anak, merasa salah dimengerti dan bernasib kurang baik sehingga cenderung berperilaku kurang dapat menyesuaikan diri.

2.      Penampilan diri

Penampilan diri yang berbeda membuat remaja merasa rendah diri meskipun perbedaan yang ada menambah daya tarik fisik. Setiap cacat fisik merupakan sumber yang memalukan yang mengakibatkan perasaan rendah diri. Sebaliknya, daya tarik fisik menimbulkan penilaian yang menyenangkan tentang ciri kepribadian dan menambah dukungan sosial.

3.      Kepatutan seks

Kepatutan seks dalam penampilan diri, minat, dan perilaku membantu remaja mencapai konsep diri yang baik. Ketidakpatutan seks membuat remaja sadar diri dan hal ini memberi akibat buruk pada perilakunya.

4.      Nama dan julukan

Remaja peka dan merasa malu bila teman-teman sekelompok menilai namanya buruk atau mereka memberi nama julukan yang bernada cemooh.

5.      Hubungan keluarga

Seorang remaja yang mempunyai hubungan yang erat dengan seorang anggota keluarga akan mengidentifikasi diri dengan orang tersebut dan ingin mengembangkan pola kepribadian yang sama.

6.      Teman-teman sebaya

Teman-teman sebaya mempengaruhi pola kepribadian remaja dalam dua cara. Pertama, konsep diri remaja merupakan cerminan dari anggapan tentang konsep teman-teman tentang dirinya. Kedua, ia berada dalam tekanan untuk mengembangkan ciri-ciri kepribadian yang diakui kelompok.

7.      Kreativitas

Remaja yang semasa kanak-kanak didorong agar kreatif dalam bermain dan dalam tugas-tugas akademis, mengembangkan perasaan individualitas dari identitas yang memberi pengaruh yang baik pada konsep dirinya

8.      Cita-cita

Bagi remaja yang mempunyai cita-cita yang tidak relistik, akan mengalami kegagalan. Hal ini akan menimbulkan perasaan tidak mampu dan reaksi-reaksi bertahan dimana ia akan menyalahkan orang lain atas kegagalannya. Remaja yang realistik tentang kemampuannya akan lebih banyak mengalami keberhasilan dari pada kegagalan.

Ciri-Ciri Konsep Diri Anak

1.      Senang/suka berpenampilan menarik dalam berpakaian,perasaan dann sebagainya.

2.      Anak mulai tekun/giat mulai melakukan aktivitas dimulai dari dirinya sendiri

3.      Suka meniru satu sama lain antar anak dengan orang dewasa.

4.      Sudah dapat mengikuti dan mengerti instruksi/petunjuk sederhana dengan teman sebaya.

5.      Dapat mengambar sesuatu objek yang dikenal.

6.      Menunjukan kemampuan memahami perasaan orang lain

7.      Anak saling mengajukan pertanyaan dan meminta arti dan maksud dari kata yang belum pernah ia kenal.

8.      Senang membuat sesuatu dengan tangannya dalam bentuk permainan

Usaha-Usaha Guru Untuk Mengembangkan Konsep Diri

Beberapa usaha yang dapat dilakukan oleh sang pendidik sebagai berikut:

1.      Lakukan interaksi dengannya dengan mengunakan bahasa tubuh.

2.      Beri kesempatan padanya untuk melakukan sesuatu dengan caranya sendiri, tampilanya dan ekspresinya.

3.      Ajarkan keterampilan yang diperlukan untuk mengasah kemandiriannya.

4.      Berikan stimulus, semangat agar ia mau mencoba sesuatu yang baru, baik dalam bentuk permainan atau benda lainya.

5.      Berikan pujian atau penghargaan ketika ia melakukan sesuatu yang baik.

6.      Guru harus mengajarkan cara mengatasi kegagalan,rasa takut ketika melakukan sesuatu dan berikan penguatan tentang kemampuan dirinya.

7.      Berikan anak waktu bermain yang banyak,dengan cara

8.      Bermain sambil belajar.

H.    Implikasi Perkembangan Konsep Diri Peserta Didik terhadap Pendidikan

Konsep diri mempengaruhi prilaku peserta didik dan mempunyai hubungan yang sangat menentukan proses pendidikan dan prestasi belajar mereka. Peserta didik yang mengalami masalah disekolah pada umumnya menunjukkan tingkat konsep diri yang rendah, oleh sebab itu dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan guru sebaiknya melakukan upaya-upaya yang memungkinkan terjadinya peningkatan konsep diri. Strategi yang dapat dilakukan dalam mengembangkan dan meningkatkan konsep diri peserta didik:

1.                          Membuat siswa merasa mendapat dukungan dari guru. Dalam mengembangkan konsep diri yang positif , siswa perlu mendapat dukungan dari guru. Seperti dukungan emosional , pemberian penghargaan, dan dorongan untuk maju.

2.                          Membuat siswa merasa bertanggung jawab . memberi kesempatan terhadap siswa untuk membuat keputusan sendiri atas perilakunya dapat diartikan sebagai upaya guru untuk memberi tanggung jawab terhadap siswa.

3.                          Membuat siswa merasa mampu. Ini dapat dilakukan dengan cara menunjukkan sikap dan pandangan yang positif terhadap kemampuan yang dimiliki siswa.

4.                          Mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang realistis. Dalam upaya meningkatkan konsep diri siswa, guru harus menetapkan tujuan yang hendak dicapai serealistis mungkin, yakni tujuan yang sesuai dengan tujuan yang sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

5.                          Membantu siswa menilai dirinya secra realistis . pada saat mengalami kegagalan , adakalanya siswa menilai secara negatif, dengan memandang dirinya sebagai orang yang tidak mampu.

6.                          Mendorong siswa agar bangga dengan dirinya secara realistis. Upaya lain yang harus dilakukan guru dalam membantu mengembangkan  konsep diri peserta didik adalah dengan memberikan dukungan  dan dorongan agar mereka bangga dengan prestasi yang telah dicapai.

I.       Pengaruh Konsep Diri Terhadap Prestasi Belajar

Manusia dalam berkembang dan tingkah lakunya dipengaruhi oleh factor-faktor dari dalam dan faktor-faktor dari luar. Kedua faktor tersebut mempunyai peranan yang seimbang dalam menentukan perkembangan dan perilaku seseorang.

Faktor-faktor dari dalam yang sangat memegang peranan antara lain adalah pemikiran dan perasaan. Dalam perkembangan selajutnya pikiran dan perasaan seseorang akan terlihat dengan pengaruh terhadap perilaku seseorang, bahwa setiap orang yang mempunyai anggapan dan perasaan-perasaan tentang dirinya sendiri, bagaimana seseorang menganggap atau memandang dan merasakan pandangan individu tetang dirinya ini diperoleh dari pengalaman dengan orang lain, baik di lingkungan keluarga, sekolah, maupun di masyarakat. Apabila pandangan dari pengalaman ini baik dan mendukung akan membentuk konsep diri yang positif, dan bila pandangan  ini buruk atau dipenuhi pengalaman gagal akan berakibat konsep diri negatif.

Bagi anak didik konsep diri negatif akan menghambat kemajuan belajar, karena konsep diri negatif merupakan keadaan emosional yang buruk, sedangkan menurut S. Nasution: keadaan emosional dan sosial adalah salah satu faktor penentu dalam keberhasilan belajar. Anak yang merasa jiwa tertekan, yang selalu dalam keadaan takut akan kegagalan, yang mengalami kegoncangan, karena emosi-emosi yang kuat tidak dapat belajar efektif.

Sedangkan siswa yang memiliki konsep diri yang positif menyadari kewajiban dan kebutuhannya belajar dan mengembangkan potensi diri untuk mencapai hasil belajar yang baik. Dia akan belajar dengan kemampuan yang kuat, tekun dan bersemangat, percaya diri dan ketekunan belajar ini akan menentukan keberhasilan belajarnya.

Menurut Reni Akbar-Hawadi: faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar dapat berasal dari dalam dirinya sendiri (faktor internal) dan dari luar dirinya (faktor eksternal), salah satu dari faktor internal yaitu konsep diri yaitu bagaimana seseorang memandang dirinya serta kemampuan yang ia miliki. Siswa yang memiliki konsep diri yang positif akan lebih berhasil di sekolah.

 

 REFERENSI :

Mukhtar. (2003). Konsep Diri Remaja Menuju Remaja Pribadi. Jakarta: PT. Rakasta Samasta.

Keliat Anna Budi. (1992). Gangguan Konsep Diri. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Handry, M dan Heyes, S. 1989. Pengantar Psikologi. Jakarta: Erlangga.

Hurlock, Elizabeth B., Alih Bahasa : Med Meitasari T dan Muslichah Z., 1990. Perkembangan Anak Jilid I. Jakarta : Erlangga. 

Sunaryo. 2004. Psikologi untuk Keperawatan. EGC : Jakarta.

Susilawati dkk. 2005. Konsep Dasar Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.

Jelle, HL dan Ziegler, JD. 1992. Personalities Theories Third Edition. New York: McGraw Hill.

Markus H dan Nurius P. 1986. Possible Serve American Psichologist.

Rogers, C. R. 1980. A Way of Being. Boston: Hougton Mifflin.

Monks, F.J, Knoers, A. M. P, Haditono. 1998. S, Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagiannya. Yogyakarta: Gajahmada University Press.  Al-Quran dan Terjemahannya, Medinah Munawwarah, Mujamma Al-Malik Fahd Li Thibaati Al-Mush-haf Asy-Syarief, 1418 H.

AlAmir, Najib Khalid, Tarbiyah Rasulullah, terj., Jakarta: Gema Insani Press, 1994.

 

 

 

0 komentar:

Posting Komentar